Rabu, 12 November 2008

MATINYA “PERADABAN” POLITIK

Artikel ini pernah dimuat di Radar Jember, Jawa Pos 29 Februari 2007

Rezim orde baru tidaklah terwujud tanpa bantuan partai Golkar. Selama 32 tahun -terhitung sejak Suharto memimpin pemerintahan dari tahun 1966- golkar memenangkan perolehan suara terbanyak di pemilu sebanyak 6 kali berturut-turut.. Berkuasanya Soeharto di puncak kekuasaan RI selama lebih dari tiga dasawarsa itu memunculkan issue kontroversi tentang kudeta yang dilakukan oleh Suharto terhadap pemerintahan Soekarno. Namun demikian, Soeharto berdalih bahwa kekuasaan yang dimiliikinya mempunyai landasan yang syah yaitu surat perintah sebelas maret (Super Semar). Padahal substansi Supersemar yang ditandatangani oleh Soekarno untuk mengatasi kekacauan pada saat itu dan memulihkannya serta menjaga kewibawaan pemerintahan Soekarno.

Ironisnya, Suharto dengan berbekal Supersemar kemudian membubarkan PKI (Partai Komunis Indonesia) dan bahkan menyudutkan Sukarno dengan tuduhan sebagai antek PKI. Tujuannya adalah membatasi aktivitas politik Sukarno beserta keluarganya jikalau kekuatan-kekuatan nasionalis seperti kaum marhaen kembali hadir merebut kekuasaan pemerintahan. Tapi sayangnya, partai-partai berhaluan nasionalis seperti PNI (Partai Nasional Indonesia) pada saat itu dijadikan satu partai dibawah bendera PDI. Masalah siapa-siapa saja yang duduk didalamnya tentu saja atas restu Suharto. Padahal hal ini jelas-jelas melanggar azas demokrasi. Namun, kebekuan demokrasi tersebut pada akhirnya telah dihancurkan sejak Suharto lengser tahun 1998.

Bila kita simak sejarah penyatuan partai-partai berhaluan nasionalis diatas seharusnya partai Golkar secara obyektif juga ikut dibubarkan ketika gerakan reformasi digulirkan para mahasiswa pada tahun 1998. Sebab, kejatuhan pemerintahan Soekarno sendiri kemudian diiringi oleh kebijakan politik yang intinya bermakna pembubaran secara halus oleh Suharto melalui penyatuan partai-partai nasionalis dibawah PDI yang telah diungkapkan diatas. Akan tetapi, tidak demikian halnya pada waktu Suharto turun. Partai golkar nyata-nyata masih ikut menjadi anggota pemilu sampai detik ini. Perkembangan yang menarik, banyak partai-partai lain bermunculan yang pendirinya adalah mantan pejabat golkar. Misalnya PKPB (Rudi Hartono), PKP (Try Sutrisno) dan lain-lain.

Mencermati kondisi tersebut terlihat jelas bila pada pemilihan umum bulan April mendatang pilihan suara masyarakat sengaja dipecah belah agar kekuatan neo-orba bangkit kembali, skenario politik mungkin saja terjadi seperti ini. Andaikan suara-suara tuntutan pembubaran golkar diteriakkan kembali secara bulat oleh seluruh lapisan masyarakat dan ternyata tuntutan tersebut dikabulkan oleh Makhamah Konstitusi sehingga akhirnya golkar dapat dibubarkan. Hal ini belum tentu menjanjikan terjadinya perubahan peta politik nasional. Sebab, partai-partai hasil kreasi orba masih bercokol dan jika partai-partai ini kemudian dituntut untuk dibubarkan juga pasti akan berkelit dengan berbagai dalih-dalih politik yang sudah menjadi keahlian para petinggi Golkar.

Alasanya atau dalih yang paling pas: toh mereka bukan lagi golkarian lagi seperti dahulu. Artinya mereka telah keluar dari keanggotaan partai golkar. Bahkan mereka bersembunyi dibalik wajah demokrasi dengan menyatakan siapapun berhak mengeluarkan pendapat, dan beserikat sesuai yang termaktub dalam UUD’45.

Sejatinya, kekuatan orde baru takut bahwa “karma” pembubaran total PKI dan partai-partai nasionalis jaman Soekarno akan menimpanya. Melalui persiapan politik yang matang, kekuatan orde baru mulai berancang-ancang bila sewaktu-waktu partai golkar akan dibubarkan di kemudian hari. Mereka mencoba membangun kekuatan-kekuatan kecil melalui pembentukan partai-partai lain yang berhaluan Pancasilais agar dapat merangkul simpati kekuatan-kekuatan nasionalis demi memenangkan pemilu. Setelah partai kreasi orba ini menang, partai-partai nasionalis akan dicampakkan kembali. Kesimpulannya, neo orde baru akan “mengkudeta” untuk kedua kalinya dengan permainan-permainan politik yang cantik.

Bila demikian, sudah saatnya kita mengucapkan selamat tinggal kepada iklim demokrasi yang sudah kita bangun sejak turunnya Suharto. Sayangnya masyarakat kita tidak menyadari bila kekuatan neo-orba mulai menyusun kekuatannya kembali. Bahkan sebagian masyarakat terlalu pasrah membiarkan hal ini.

Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan bagi kita siapkah kita dipimpin kembali oleh orde baru untuk kedua kali? Apakah kita lupa, jika kebenaran sejarah selalu dimanipulasi oleh Suharto seperti kontroversi pembubaran PKI dan supersemar? Dikhawatirkan, bila kekuatan orde baru datang kembali, sejarah pergerakan reformasi mengenai penurunan Suharto oleh masyarakat di tahun 1998 akan diubahnya menjadi “revolusi kudeta” oleh musuh-musuh lama Suharto misalnya, PNI dan PKI. Dengan demikian kendali sejarah akan terus dipegang oleh orde baru tanpa ada penguakkan kebenarannya. Kita lihat saja apa yang akan tejadi dalam dunia politik nasional setelah pelaksanaan Pemilu April mendatang. Semoga keadaan menjadi lebih baik bukan malah menjadi semakin terpuruk!!!


Oleh: Beta Chandra Wisdata*

* Pemerhati masalah politik

mahasiswa FISIP Jurusan Sosiologi Unej

13 komentar:

  1. Sampe Kapan indonesia bisa maju, kalo berkelut hanya pada kekauasaan semata.
    teruskan perjuangan bung

    BalasHapus
  2. golkar jangan boleh ikut pemilu

    BalasHapus
  3. apa-apaan ini serangan fajar dari nasionalis bah!

    saya pro soeharto. saya coblos golkar

    Joko Jateng

    BalasHapus
  4. lha saya ini kurang ngerti politikk...
    sukanya agamis-agamis saja.. tapi kalau dipikir di jaman soeharto emang enak. murah, semua tidak harus krisis. saya juga seneng dengan soekarno. dulu coblos PNI. terus ke pdi. tapi semua kayaknya gak kompeten. sekarang saya golput. coblos atau tidak coblos gaji saya tetap. lebih baik jadi warga negara asing.

    Y,55 thn guru Surabaya

    BalasHapus
  5. provokasi untuk merusak golkar?
    artikel sampah

    BalasHapus
  6. ramai-ramai politik yang jelas aku pilih golput karena semua orang golkar bangsat

    BalasHapus
  7. artikel taek

    masyarakat cinta Soeharto

    BalasHapus
  8. Aku tetap golput sampai datang pemimpin yang benar-benar ideal. Golkar hajar. Harus diberantas kalau perlu dibunuh semua kader dan dijadikan PKI Ke-2. Golkar harus jadi musuh bersama. Agar bangsa ini bisa menumpas korupsi dan segera bangkit. Genjerr. genjeer uwog golkar pating kellellerr

    bantai golkar

    BalasHapus
  9. saya pro gus dur, golkar adalah PKI. Bubarkan PKI. PKS Juga PKI. Berubah kuning seperti menjilat warna kuning kotoran.

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  11. Bubarkan Golkar, baru coblos pemilu

    BalasHapus
  12. kita butuh satu gerakan
    bukan parpol
    tetapi gerakan indonesia raya
    gerindra hahahahaha

    BalasHapus
  13. ya terus berjuang kang demi menegakan syariat islam di indonesia agar tercipta negara yang g kliru

    BalasHapus