Rabu, 12 November 2008

GENDER DAN ISLAM LIBERAL

Dalam hidup ini haruslah mengikuti norma dan aturan hukum sesuai dengan agama dan hukum yang berlaku di daerah dimana orang tersebut tinggal atau kita mengenalnya dengan hukum positif. Hukum positif atau ius constitutum, adalah hukum yang berlaku saat ini di masyarakat suatu negara. Misalnya, di Indonesia persoalan perdata diatur dalam KUHPerdata, persoalah pidana diatur melalui KUHPidana, dll. Hukum positive di setiap negara akan selalu berbeda dengan hukum positive di negara lain karena yang dikatakan tergantung dari tempat dan waktu saat itu. Yang saya cermati, indonesia saat ini menuju ke arah negara sekuler. Negara sibuk mengurusi maju-mundur perekonomian, politik dsb. Namun urusan agama, mulai mengalami pendegradasian keberpihakan.

Menilik masalah Gender yang selalu diperdebatkan dalam konteks islam. Sebagaimana telah dimaklumi, kewajiban mencari nafkah telah dibebankan oleh Allah atas laki-laki, tidak atas perempuan. Sebaliknya, perintah untuk mendidik anak ditujukan kepada ayah dan ibu. Karena Allah telah menjadikan laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarga, maka terbentuklah pembagian peran sosial antara laki-laki dan perempuan. Perempuan lebih mengutamakan tugasnya dalam rumah tangga, sementara laki-laki mencari nafkah di luar rumah. Laki-laki menjadi pemimpin yang dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah akan nasib orang yang dipimpinnya, sedangkan perempuan juga akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah mengenai ketaatannya kepada laki-laki (suami) yang menjadi pemimpinnya.

Sementara itu, dalam ranah publik laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama, terutama dalam urusan dakwah dan amar makruf nahyi munkar. Tidak menjadi masalah pada saat perempuan tidak ikut memutuskan sesuatu yang menyangkut dirinya, karena kebutuhan-kebutuhan hidupnya memang terpenuhi dengan baik. Kalaupun kebutuhannya tidak dipenuhi oleh suami atau walinya, ia akan mengingatkan pemimpinnya itu agar takut kepada Allah karena hak-haknya tidak dipenuhi. Kalau suami atau walinya tetap abai, ia akan mengadukan masalah itu ke pengadilan, sehingga pengadilan dapat memaksa suami atau walinya memenuhi haknya yang telah diamanahkan Allah kepada mereka.

Fenomena yang muncul saat ini adalah penyatuan gender dan persamaan hak atasnya yang diusung kembali oleh penganut mazhab liberal. Satu contoh di negara kita indonesia raya, gagasan seorang Ahli Peneliti Utama DEPAG. Prof. Dr, Siti Musdah Mulia, MA. APU, yang memasukkan Draft KHI terbaru ke dalam tubuh DEPAG, dan berisikan akan kesamaan hak antara pria dan wanita di dalam hukum perkawinan. Wanita ketika menikah tidak perlu ada wali sebagaimana kaum pria. Dan pria memiliki masa iddah seperti hal’nya kaum hawa.

Seorang Profesor di Universitas di Virginia sebuah negara bagian di Amerika, menjadi seorang imam shalat jum’at tertanggal 18 maret 2005 di sebuah gereja anglikan dengan penuh pengawasan dan penjagaan ketat. Konteks epistemology dalam setiap kajian hermeneutic yang mereka dengungkan dalam menafsirkan apa yang dikatakan sebagai tafsir ayat-ayat suci menjadi merupakan suatu bias tersendiri, sebab apa yang mereka dengungkan selama ini adalah adanya kesepadanan kata yang satu; yaitu tidak ada perbedaan antara agama yang satu dengan yang lainnya.

Kanada pada tahun 2004 di kejutkan oleh sesuatu yang baru dan ini lebih dahulu dibandingkan dengan gebrakan Amina Wadud menjadi imam sekaligus khatib shalat Jum’at. Seorang gadis berusia 20 tahun bernama Maryam Mirza menjadi khatib sahalat Id. Seakan bias dari equality gender ataupun gender mainstream telah sampai ke titik puncaknya. Maryam Mirza di hadapan 200 jamaah lainnya dengan lantang mengatakan “Kita semua, ujar Maryam, harus terus menerus mendidik diri dan memprakarsai perubahan di komunitas dan agama kita. “Dan semua hal ini dapat kita lakukan dengan tetap berpegang pada ajaran Quran,” tambahnya dalam khotbah 10 menit itu. Dan perkataan selanjutnya “”Demi kelangsungan hidup kita, manusia harus berubah sesuai gerak zaman, atau kita akan tertinggal,” katanya di depan 200an jamaah. “Hal yang sama dapat diterapkan pada agama. Saudara-saudariku sesama umat Islam, kita semua harus membantu agar Islam bergerak maju, dan saya yakin kita semua mampu melakukannya”

Yang lebih menyedihkan lagi, itu semua dimotori oleh intelektual muslim wa muslimah yang notabene mempelajari islam hingga gelar-gelar tertinggi. Para kaum metropolitan banyak yang terbuai ”karena yang berbicara kan professor, doctor, intelektual islam, sekolahnya saja diluar negeri “. Padahal kalau mau menilik sedikit saja, dari mana sih mereka belajar islam, dari Luar negri...! KoK negri Barat...! bukannya dari Timur yang merupakan asal muasal munculnya islam. Tentunya kebanyakan yang memberikan fatwa seperti itu adalah ulama Su’ yang jelas-jelas sesat dan menyesatkan.

Karena sesungguhnya yang menjadi landasan mereka dalam mengagas sebuah kamanya persamaan gender dan emansipasi wanita adalah tak lain melainkan hanya memperturutkan hawa nafsunya sendiri. Dan Alloh telah menegaskan “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaanya itu melewati batas “ (QS. Al Kahfi : 28 ) di dalam ayat yang lain Alloh telah memperingatkan kembali “ Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya dan Alloh membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan Alloh telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Alloh (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran. “ ( QS Al Jatsiyah : 23 )

Wallohu A’lam bissawab,

1 komentar:

  1. Assalam, mo numpang komentar Kang. Saya sepakat dengan beberapa hal dalam tulisan sampean. Tapi tentu boleh dong kalau ada hal-hal yang kita tidak sepakat? Islam mempunyai konsep kepercayaan yang membedakan secara kontradiktif antara yang sakral dan profan, antara Tuhan dengan Makhluk. Sekarang yang perlu kita lakukan adalah memilah mana yang sakral dan mana yang profan dan akhirnya mensakralkan yang sakral dan menprofankan yang profan.

    Oh ya, kalau sempat, kunjungi saya di http://siyasatuna.blogspot.com

    BalasHapus